Bagaimana Membantu Karyawan Mempelajari Keterampilan Baru Di Tengah Krisis -jilid 2-
Pada halaman sebelumnya dibahas bagaimana pandemi Covid 19, telah memaksa bahwa perubahan total harus dilakukan dan tidak bisa dihindari, bahkan tidak terduga sama sekali. Kemampuan dan keterampilan berbasis digital dengan tingkat interaksi yang tinggi terhadap alat ketimbang individu merupakan budaya baru bagi individu non IT. -baca artikel: Bagaimana Membantu Karyawan Mempelajari Keterampilan Baru Di Tengah Krisis -jilid 1-
Ada tiga point langkah utama – yang semuanya dapat dilakukan saat karyawan bekerja dari rumah selama pandemi COVID-19.
- Akhiri perintah dan kontrol. Sudah terlalu lama, pembelajaran di tempat kerja berputar di sekitar pelatihan kepatuhan. Organisasi memberi instruksi karyawan apa yang harus dipelajari, dan kapan mempelajarinya. Akibatnya, terlalu sering pekerja menganggap pembelajaran di tempat kerja sebagai tanggung jawab yang ditakuti alih-alih sebagai peluang yang mengasyikkan.
Di era baru ini, ketika organisasi menemukan di mana letak kesenjangan keterampilan karyawan mereka, beberapa pemimpin bisnis membuka peluang untuk menugaskan karyawannya tugas mempelajari keterampilan baru yang spesifik. Riset Kelly Palmer dan Aaron Hurst menemukan bahwa pekerja jauh lebih termotivasi untuk terlibat dalam kesempatan belajar ketika mereka diberi kebebasan untuk memilih apa yang harus dipelajari yang sifatnya mendukung pekerjaannya atau mengembangkan kemampuannya sendiri.
“Pekerja jauh lebih termotivasi untuk terlibat dalam kesempatan belajar ketika mereka diberi kebebasan untuk memilih apa yang harus dipelajari.”
Misalnya, bisnis mungkin mendorong semua orang di tim pemasarannya untuk mempelajari lebih banyak analisis data. Tetapi seorang anggota tim mungkin memiliki daya tarik dengan perencanaan strategi, dan karena menjadi ahli dalam hal itu, dapat bermanfaat besar bagi perusahaan.
Tentu saja baik, dan bahkan bermanfaat, bagi bisnis untuk memberi tahu karyawan keterampilan mana yang dibutuhkan dan diharapkan organisasi di tahun-tahun mendatang. Namun, penting untuk menyerahkan keputusan ini kepada setiap individu.
Sebuah survei tahun 2019 dari platform peer-coaching Imperative menemukan bahwa para pekerja ingin merasa “terpenuhi” lebih dari yang mereka ingin merasa “terlibat.”
Dan 68 % responden percaya “tanggung jawab utama untuk pemenuhan terletak pada individu.” Ketika karyawan memilih jalur pembelajaran mereka sendiri, mereka menyelaraskan perkembangan mereka dengan rasa kepuasan pribadi mereka. Hal itu menjadi sangat penting sekarang, karena pandemi COVID-19 telah menyebabkan jutaan orang untuk mengubah jadwal kerja mereka sementara ada juga yang harus merawat orang yang dicintai.
- Ajari karyawan cara belajar. Banyak pekerja takut belajar dan bahkan mempertanyakan kemampuan mereka sendiri untuk belajar. Pola pendidikan formal yang lama tidak membangun kreativitas seseorang untuk belajar mandiri atau mengembangkan minatnya. Sayangnya, sebagian besar bisnis masih mempertahankan pola yang sama ini, sehingga sebagian besar peluang pembelajaran dibangun dengan kuliah atau program online yang membuat para pekerja tidak fokus pada bidang minat utamanya. Pekerja masih terlalu jarang diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan baru itu untuk diaplikasikan, dan kemudian kembali dan meningkat. Mengarahkan karyawan pada eksplorasi kapasitasnya akan menjadi awal proses belajar yang baik. Menggali potensi dan motivasi bermutu lewat TED Talks, kemudian mengikuti pelatihan online yang memberikan video trainig dan modul latihannya akan mempercepat akselerasi kemampuan karyawan. Pengukuran capaian dipresentasikan lewat hasil praktik, namun pembiasaan menguji dengan project untuk setiap pencapaian akan menjadi tantangan menarik karena insentif yang akan diperoleh dengan peningkatan kapasitas yang sesuai dengan diri si karyawan sekaligus menjadi keuntungan bagi organisasi.
- Jadwalkan waktu untuk refleksi melalui Peer Coaching. Model peer coaching adalah sebuah terobosan model training kelompok mandiri yang teridiri dari dua atau lebih anggota kelompok training yang merupakan rekan kerja profesional di mana mereka bekerja bersama untuk merefleksikan praktik dari materi yang dipelajari; memperluas, memperbaiki, dan membangun keterampilan baru; berbagi ide; saling mengajar; melakukan penelitian kelas; atau memecahkan masalah di tempat kerja. Dalam proses peningkatan kemampuan, peer coaching tidak boleh ditinggalkan. Coach juga membantu mereka menentukan tujuan yang relevan dan realistis berdasarkan kebutuhan dan sifat-sifat yang dimiliki, kemudian membantu mereka mengambil tindakan berdasarkan tujuan yang relevan dan realistis tersebut. Proses peer coaching bersifat forward looking, artinya bahwa peer coaching berorientasi kepada perubahan dan bersifat pengembangan.
Tidak seperti peer learning , peer coaching bukan tentang satu karyawan mempelajari keterampilan dari yang lain. Sebagai gantinya, dua karyawan mendiskusikan tujuan dan masa depan mereka, dan saling membantu mengembangkan rencana. Sebagai contoh, rencana-rencana ini mungkin termasuk “Saya akan belajar menjadi sangat baik dalam memberikan presentasi,” atau “Saya akan belajar teknik-teknik terbaru untuk meningkatkan keamanan komputasi awan.” Kedua karyawan kemudian meminta pertanggungjawaban satu sama lain untuk melihat rencana tersebut. Atasan bisa menjadi mentor untuk memandu dan memonitor proses ini. Keuntungan yang diperoleh dari metode ini, proses ini juga mengarahkan karyawan untuk mengasah keterampilan seperti empati, mendengarkan, dan komunikasi. Ini secara tradisional disebut “soft skill.” Tapi kami menyebutnya “keterampilan kekuatan.” LinkedIn menemukan bahwa 57 % pemimpin senior sekarang percaya bahwa keterampilan semacam ini bahkan lebih penting daripada “keterampilan keras” tradisional. Sebagai tambahan, manfaat penting, pembinaan rekan juga dapat membantu mengurangi stres, yang meningkat di lingkungan saat ini.
Materi ini diadaptasi dari artikel yang ditulis oleh Kelly Palmer, Chief Learning Executive LinkedIn dan Aaron Hurst, founder dan CEO Imperative.