a. Pendahuluan

salah satu hasil cetak mesin flexographic Gallus (sumber : Print Graphic Magazine)

Setelah bertahun-tahun, redaksi Print Graphic lebih banyak mengulas mesin-mesin cetak canggih, teknologi terbaru, mesin-mesin cetak mahal harga milyaran. Belum lagi ajang pameran internasional printing empat tahunan terbesar di dunia, yaitu Drupa akan segera digelar di Messe Dusseldorf, Jerman, di bulan Juni 2020, tetapi akhir-akhir ini redaksi tersadar, masih ada ribuan atau puluhan ribu orang di Indonesia yang masih awam dan belum terlalu paham mengenai seluk beluk dunia pencetakan (printing), ada begitu banyak yang masih pemula yang memiliki keinginan berwirausaha di bidang printing. Padahal ini lahan mata pencaharian yang potensial bagi warga Indonesia mengingat luasnya wilayah dan jumlah penduduk Indonesia adalah ke-4 terbesar di dunia, tetapi market printing kita masih kalah jauh oleh Taiwan.

Banyak pemula yang baru lulus sekolah dan punya keinginan menjadi seorang wiraswasta di bidang fotocopy dan percetakan dan ingin memiliki printer desktop untuk cetak undangan, cetak kop surat, cetak kartu nama, cetak foto ukuran A4.

Jadi, lupakan dulu sejenak tentang persaingan sengit di Drupa 2020 nanti, antara mesin cetak digital asal Israel, Landa nanographic versus mesin cetak dari Jerman, Heidelberg Primefire, yang saat ini berkedudukan 3 -3 (masing-masing sudah menginstalasi 3 unit di seluruh dunia). Anggap saja itu verses (alam-alam) yang lain dari industri printing global.

(behind the scene) selfie-selfie di Drupa 2016
belajar percetakan
ini hasilnya

Di artikel ini kita akan membahas hal-hal yang paling mendasar tentang pencetakan (printing). Ini artikel yang akan bersambung dalam banyak chapter (entah, sampai chapter berapa). Nikmati saja artikel-artikel dasar-dasar pencetakan ini sambil ngopi karena ini gratis.

Bagi pembaca level master, penjual mesin atau pelanggan majalah Print Graphic yang sudah khatam mengenai basic printing, artikel ini sebaiknya di-skip saja  karena tentunya akan membosankan bagi anda …hehehe..  jadi, artikel bersambung ini khusus bagi para pemula.

Sebelum lebih jauh, perkenalkan saya Andrey Damar, saya bukan seorang master grafika, bukan seorang dosen pendidikan grafika, bukan penjual mesin cetak, juga bukan seorang pengusaha percetakan. Saya hanya seorang penulis atau editor sebuah majalah dwi bulanan bernama Print Graphic. Nah, Print Graphic memiliki media online (website) dengan alamat situs blog di http://www.printgraphicmagz.com, ada fanpage di sosmed facebook. Ada group-nya di Linkedin dan ada akun official di Instagram dengan nama yang sama, Print Graphic. Untuk mengikuti trend kekinian, kami juga memiliki vlog di youtube bernama Print Graphic Channel walaupun subscriber-nya masih sedikit karena baru dibuat, silahkan ‘like’ dan ‘subscribe’ channel youtube kami, Print Graphic Channel, supaya kami makin semangat untuk berbagi cerita.

salah satu stand di Drupa 2016

Ini bukan artikel tutorial, karena tutorial itu domain-nya para master lulusan sekolah grafika.  Ini lebih ke artikel sharing (berbagi) pengetahuan dan pengalaman yang sudah pernah saya dapatkan selama berkecimpung di industri printing. Dulu saya memang pernah menjadi operator cetak offset (Web feed dan Sheetfed) di beberapa percetakan komersial dan security selama beberapa tahun. Pernah jadi broker mesin cetak offset, pernah jadi sales consumable offset. Jualan fountain solution, blanket dan lain-lain. Pengalaman-pengalaman tersebut sedikit banyak menjadi dasar bagi saya menjadi seorang editor-in Chief di Majalah Print Graphic.

Nah, mari kita mulai.

Ada beberapa bagian utama yang menjadi dasar-dasar dalam pencetakan, yaitu diantaranya :

  1. Teknik Cetak dan Prinsip Kerja Mesin Cetak ;
  2. Warna, Kualitas Warna dan Prinsip Reproduksi Warna pada Pencetakan (managemen warna) ;
  3. Proses Kerja Cetak Konvensional (Prepres, Press, post-press) ;
  4. Material – Material Cetak ;
  5. Finishing ;
  6. Dan lain-lain (masih dipikirkan karena banyak banget…lol).

Cetak adalah eksekusi dari ide desain grafis. Jadi induknya ada di desainer grafis. Tentu, desainer grafis sudah memiliki pemikiran dan pertimbangan teknis setelah karya desainnya selesai dan siap diberikan ke percetakan. Misalnya, kenapa warna produk yang didesainnya itu merah sekali atau kenapa harus pakai warna khusus yang sulit untuk dicetak.

Nah, bagaimana percetakan menghasilkan hasil karya cetak yang sesuai dengan apa yang diinginkan sang desainer, itulah letak keberhasilan dari produksi cetak itu sendiri. Jadi tidak mengherankan bila di lapangan, kita menemukan pemain percetakan meracik warna sendiri, menaikkan tone warna tidak sesuai standar demi mengejar selera dari desainer pemberi order.  Ada yang bilang, kan, warna harus sesuai spectrodensitometer? (salah satu alat ukur warna di percetakan – nanti akan kita bahas lebih mendalam-red), Kan warna cetakannya harus sesuai ISO TC,.. bla…bla..bla…  oke, lalu jika biaya cetak tidak dibayar oleh desainer yang order tersebut karena tidak sesuai keinginan mereka, anda mau apa? Jadi, desainer grafis adalah sang penentu. Sebagai pencetak, kita bisa memberikan masukan, tetapi keputusan persetujuan ada di pelanggan. Oke dari situ kita paham, kan? This is business, not personal (kalau kata Don Cerlone di film God Father).  – bersambung