Dua Hari Yang Mengesankan Bersama Ferdinand IV. Ruesch dan Team Gallus AG
Jelang Drupa 2020, jadi teringat lagi momen-momen sebelum Drupa 2016. Beberapa memoar yang sempat teringat, salah satunya kenangan saat kami diundang mengunjungi factory Gallus AG, produsen mesin cetak label terkemuka di dunia. Hampir empat tahun yang lalu, tepatnya di bulan Februari 2016, dalam rangkaian acara pre-drupa 2016. Bila saja tidak dibisiki oleh rekan saya seperjalanan, Noel D.Cunha, pemimpin redaksi Printweek India, tidak pernah saya kira sebelumnya, pria paruh baya yang menyambut kami langsung di hotel Einstein St. Gallen, Switzerland, itu adalah pemilik dari Gallus A.G, Ferdinand IV. Rüesch. Keturunan langsung ke-4 dari pendiri sekaligus pencipta mesin cetak label pertama di dunia.
Ferdinand IV. Rüesch adalah generasi ke-3 yang melanjutkan perusahaan mesin label ini. Tetapi walaupun statusnya sebagai pemilik 30% saham Gallus (70%-nya sudah dimiliki Heidelberg AG).
Pribadi Rüesch yang ‘humble’ membuat kami para awak media merasa nyaman untuk mencari berbagai informasi dan pengetahuan darinya. Oh ya, kebetulan, saya satu-satunya media yang berasal dari Indonesia, karena Print Graphic adalah satu-satunya media yang menjadi media partner Heidelberg Indonesia saat ini.
Kami ada 20 orang mewakili media se-Asia Pasifik dan Japan (minus China), yang hadir ke kota St. Gallen, Switzerland, dimana markas Gallus berada. Ini merupakan satu dari banyak rangkaian undangan Heidelberg Pre Drupa Press Conference (16 – 19 Februari 2016).
Nah, Di St. Gallen, tujuan kami melakukan kunjungan ke factory Gallus A.G. Sang raksasa mesin cetak label dunia itu memperkenalkan mesin cetak label digital pertama mereka, Gallus Labelfire.
Gallus A.G merupakan perusahaan pioneer pembuat mesin cetak label asal Switzerland. Nama Gallus sendiri diambil dari St. Gall, pendiri kota St. Gallen. Gallus didirikan tahun 1920, oleh kakek Rüesch, Ferdinand II Rüesch. Dialah sang perancang mesin cetak label pertama. Cetak flexografi dengan metode Anilox roller dikembangkan disini.
Sesampainya bis kami kembali ke hotel seusai jalan-jalan ke Gunung Säntis dan pabrik keju, Appenzeller, Rüesch ramah menyapa semua tamunya, mengucapkan selamat malam, selamat beristirahat, lalu melenggang begitu saja, keluar dari bus dan berjalan kaki sendirian. Entah, mungkin ia memarkir mobilnya agak jauh dari hotel. Kesan pribadi yang sederhana dari Rüesch. Alamiah. Mungkin karakteristik orang-orang Swiss, apa adanya saja.
Keesokannya, momentum singkat tapi berkesan, foto bareng dengan sang Boss. Rüesch tidak ragu saat saya memintanya untuk berfoto di depan mesin terbarunya yang akan menjadi ‘highlight’ di drupa 2016, Gallus DCS 340a atau Gallus Labelfire saat itu.
Mesin digital label dengan teknologi UV Inkjet printing ini, akan menjadi ‘real fighter’ di pameran drupa 2016 (Dusseldorf). Pameran empat tahunan ini menjadi semacam ajang ‘olimpiade’ bagi produsen mesin printing untuk unjuk produk-produk unggulan terbarunya.
Untungnya, di momen singkat itu, ada Kay Mathy (owner majalah Print+, Malaysia). Dengan insting jurnalistiknya, tanpa diminta, ia mengambil gambar saya bersama Rüesch dengan smartphone-nya. Selfie dengan owner Gallus tersebut tentu bukan hal yang mudah, karena ternyata saya satu-satunya yang selfie dengan beliau, he..he..he. Siapa tahu rejekinya ikut nempel ke saya,… tentunya, selain 1 box cokelat buatan Swiss, powerbank dan pisau lipat Victorinox original yang telah diberikannya sebagai oleh-oleh, hehehe… Thank you Boss Rüesch.
Salam dari Redaksi,Andrey Damar