Dalam Series  Perkembangan Cetak Foto Dan Transformasinya Ke Digital Printing, diceritakan bagaimana sejarah awal fotografi  hingga tahun- tahun awal fotografi berwarna, dimana Kodak mengadopsi kebijakan rahasia yang ketat dalam masalah-masalah stabilitas warna (Melihat kembali sejarah fotografi warna, sulit menemukan produk lain yang sejenis selain Agfa, sehingga saat itu Kodak sangat mendominasi).

Cetakan Kodacolor yang diambil dari tahun 1942 sampai tahun 1953 (tahun dimana Kodak berhasil secara signifikan mengurangi masalah cetak warna) yang bertahan hingga hari ini dalam kondisi yang wajar, semua telah pudar dan jelek. Secara keseluruhan, menjadi berwarna oranye atau noda kuning. Terlepas dari apakah foto itu terkena cahaya langsung atau disimpan dalam album. Perubahan warna ini disebabkan oleh tidak stabilnya pewarna magenta yang tetap dipaksakan untuk digunakan saat cetak setelah processing, membuat ratusan juta mungkin bahkan miliaran cetakan Kodacolor dan negatifnya yang dicetak dalam kurun 1942-1952 dimana mewakili era besar pertama dari dunia fotografi berwarna akan benar-benar hilang dari peredaran karena proses pemudaran. Pada tahun-tahun awal fotografi berwarna, Kodak mengadopsi kebijakan rahasia yang ketat dalam masalah-masalah stabilitas warna (Melihat kembali sejarah fotografi warna, sulit menemukan produk lain yang sejenis, selain Agfa, sehingga saat itu Kodak sangat mendominasi). Kodak rupanya enggan jika masyarakat umum tahu, bahwa durabilitas cetakan Kodacolor saat itu rendah, bahkan pemudaran warna terjadi walau cetakan disimpan di album.

photo: Eastman Kodak Head Quarter, tahun 1900 (sumber: wikimedia.org)

Kodak kuatir bila hal ini dipublikasi, pasar untuk Kodacolor akan mengalami penurunan serius. Kebanyakan fotografer professional sebenarnya sudah mengetahui itu, sehingga mereka tetap menggunakan film hitam-putih. Tetapi, walau bagaimanapun, bagi Kodak, fotografi berwarna jauh lebih menguntungkan dalam penjualan massal dibandingkan fotografi hitam-putih. Dengan data stabilitas warna foto yang dirahasiakan, menyebabkan Kodak tidak dapat meng-iklankan peningkatan stabilitas gambar. Keputusan untuk tidak mempublikasi informasi stabilitas warna kepada publik, merupakan strategi jitu Kodak bahwa ada kesempatan dan waktu untuk memperkenalkan proses cetak warna yang lebih stabil, nantinya. Dan selama bertahun-tahun setelah itu, Kodak menggunakan material silver dye-bleach untuk proses cuci cetaknya dan berpotensi lebih tahan lama (walau lebih mahal dibanding proses cetak foto berwarna yang lain) dan hal ini pun tidak dipublikasikan.

Agfacolor Neu transparency film diperkenalkan oleh Agfa di Jerman pada tahun 1936, Satu tahun setelah rilis Kodachrome. Film Agfacolor Neu mungkin lebih signifikan dibandingkan Kodachrome. Agfacolor Neu Film hanya membutuhkan satu developer warna dan pengolahan yang sangat sederhana dibandingkan dengan apa yang dibutuhkan film Kodachrome. Konsep color-coupler dipelopori oleh Agfa segera menjadi trend yang digunakan semua produsen. Dimana penggunaan semua film warna negatif, warna kertas negatif dan semua proses dengan nama transparansi film- E6 lebih kompatibel.

Sayangnya, bertahun-tahun, Kodak dan Agfa terlena. Mereka tidak cepat-cepat beralih ketika mulai ditemukannya inovasi kamera digital dan printer inkjet. AgfaPhoto mengalami bangkrut pada tahun 2005 dan tidak lagi berkecimpung dalam bisnis fotografi, kemudian disusul Kodak di tahun 2011, setelah Kodak menghentikan produksi kamera digitalnya dan mengajukan perlindungan dari kepailitan undang-undang Amerika Serikat – chapter 11 file for bankruptcy. Kini, dua pemain besar ini hanya fokus di peralatan prepress dan digital printing. (Baca artikel : Era Kodacolor dan Agfacolor #eps2)