Di tengah pandemi Covid-19 yang belum bisa diprediksi kapan berakhirnya ini, pengusaha printing retail mengalami tekanan yang luar biasa dalam upaya mempertahankan eksistensi bisnisnya. Diam saja menunggu grafik pandemi melandai rasanya seperti membuang-buang waktu sia-sia, apalagi grafik pandemi corona di Indonesia dalam beberapa waktu ke depan akan terus meningkat seusai lebaran.  Tetapi bila ingin segera  bergerak memutar roda usaha, kondisinya saat ini minim job karena sektor riil yang selama ini menjadi andalan pergerakan usaha percetakan juga tengah mengalami kelesuan bahkan beberapa sektor diantaranya mengalami dampak yang sangat parah, seperti sektor properti, transportasi, perhotelan, travel, event organizer, dan sebagainya.

Salah satu upaya untuk mempertahankan usaha printing retail yang tengah lesu dan menghindarkan diri dari  ancaman kebangkrutan adalah membuat pivot bisnis. Pivot bisnis adalah sebuah aktivitas pengembangan bisnis dengan mengubah model bisnis itu sendiri, namun tetap berpijak pada visi bisnis yang dimiliki. Istilah pivot diambil dari salah satu teknik gerakan pada olahraga basket, yaitu teknik merubah arah dengan tetap berpijak pada salah satu kaki.

Hal ini dapat disamakan dengan mengubah arah atau strategi, namun tujuannya (visi) tetap memasukkan bola ke dalam keranjang.

Pivot bisnis biasanya terjadi ketika perusahaan membuat perubahan mendasar pada bisnis mereka setelah melalui riset pasar bahwa pekerjaan yang saat ini ditekuni sedang tidak memenuhi kebutuhan pasar yang diinginkan.

Mengutip dari buku berjudul “The Lean Startup”, karya Eric Ries, ia mengungkapkan bahwa pivot biasanya dilakukan untuk mengkoreksi bisnis secara terstruktur yang dirancang untuk menguji hipotesis fundamental baru tentang produk, strategi dan pertumbuhannya.

Perusahaan cenderung menjalani lebih banyak pivot pada tahap awal, karena mereka masih mencoba mengenal target pasar dan kebutuhannya. Perusahaan akan terus berputar ketika kebutuhan ini berubah atau menemukan peluang baru untuk bisnis.

Setiap pebisnis pasti setuju bahwa ketika belum sukses menemukan produk unggulannya, pasti telah mencoba berbagai produk kecil lainnya untuk dijual.

Pivot pun menjadi salah satu strategi bisnis yang bisa dilakukan pengusaha saat menemui kondisi “buntu” seperti pandemi Covid-19 saat ini. Khususnya ketika produk yang dijalankan tidak dapat dilakukan. Pencetakan buku dan banner merupakan bagian dari proses produksi yang saat ini tengah mengalami kebuntuan. Penerbit buku menyatakan bahwa omzet mereka terjun bebas, tersisa 20 – 30%. Bahkan ada supplier kertas untuk percetakan, omzetnya tersisa 10%. Apalagi sebagian kertas juga merupakan produk impor yang saat ini banyak tertahan di proses pengiriman dari Negara importir.

Bagi pengusaha printing yang akan memutuskan untuk pivot, ada banyak hal yang harus disiapkan sampai akhirnya produk alternatif benar-benar siap untuk dipasarkan.  Setiap pebisnis pasti memahami bahwa untuk menuju hasil karya “masterpiece” memerlukan perjalanan panjang.  Banyak pengusaha yang inginnya serba cepat padahal pondasi bisnis belum tentu sudah terbentuk dengan kokoh. Banyak pengusaha printing yang selama ini terburu-buru ingin nampak besar dengan pengadaan mesin secara berlebihan dengan cara leasing. Ini tentunya menjadi beban yang tak terkira disaat pandemic. Tidak perlu malu untuk menjual mesin-mesin yang kurang dipergunakan demi penyelamatan usaha, sehingga pengusaha ada modal tambahan lagi untuk melakukan pivot bisnis. @Pg