Keluarga Besar Snapy (sumber foto : facebook/Dede Soemakno)

Salah satu perjalanan penting bagi Print Graphic sebagai media printing paling berpengaruh di Indonesia adalah pengalaman mewawancarai sang raja franchise printing Indonesia, SNAPY. Printshop retailĀ  dengan cabang terbanyak di Indonesia.

Pemiliknya adalah bapak H. Dede Soemakno. Awalnya, Pak Haji Dede bekerja di salah satu Perbankan dan Komputer. Namun Ia menemukan sebuah momentum dari pekerjaannya untuk merintis usaha sendiri. Sambil bekerja, Pak Haji Dede mengembangkan usaha agency iklan. Di usianya yang saat itu masih 35 tahun, Ia membuka usaha fotokopi pada tahun 1998, justru di tengah-tengah krisis moneter yang terjadi di Indonesia.

Saat itu Pak Haji Dede menangkap peluang lain, yaitu daripada lempar order pekerjaan cetak untuk approval klien iklannya ke percetakan lain, lebih baik sekalian saja buka usaha fotokopi, percetakan, dan penjilidan. Dunia percetakan dengan advertising memang seperti ā€˜adik kakakā€™.Ā  Advertising pasti membutuhkan cetakan sebagai salah satu media promosi.

Metoda usaha franchise dalam bidang percetakan retail berangkat dari inspirasi yang muncul saat Pak Dede melihat sistem franchise percetakan di Amerika Serikat, kemudian Ia mengadaptasikannya ke dalam brand lokal yang dibuatnya sendiri dengan nama SNAPY. Ini menjadi strategi yang cerdik, karena dengan nama tersebut, SNAPY terkesan seperti nama brand dari luar negeri, seperti halnya produk multi level marketing tas Sophie Martin, celana jeans LEA, donat J.Co atau sepeda Polygon. Ā Maklum, orang Indonesia masih lebih suka mengkonsumsi brand-brand yang berasal dari luar negeri.

Franchise Printing Indonesia
Bapak H. Dede Soemakno – Pemilik Snapy (sumber foto : facebook/Dede Soemakno)

TempatĀ  usaha fotokopi pertamanya di Jalan Gandaria, hanya sebuah ruang kecil satu lantai. Lokasinya bersebelahan dengan kantor pusat Snapy sekarang. Kini tempat tersebut sudah dijual. Mesin fotokopi pertama yang dibelinya merk Xerox, kemudian menyusul Canon. Pak Dede berinovasi dengan penampilan Gerai fotokopi ber-AC dengan metode business centre. Ada fasilitas jasa pengetikan,Ā  warnet dan wartel juga. Itu merupakan cerita awal outlet ciri khas Snapy, yang kemudian banyak diikuti printshop lain.

Selanjutnya, perkembangan begitu pesat. Ini seperti yang diuraikan oleh Dimaz Aditya Soemakno, putra sulung Bapak H. Dede Soemakno, yang kini menjadi tulang punggung bagi operasional dan pengembangan usaha Snapy. Kepada redaksi, Dimaz mewakili sang Ayah bercerita banyak pada redaksi Print Graphic.

 

Snapy bukan perintis awal usaha percetakan digital di Indonesia, tapi perkembangannya cepat sekali. Bagaimana strateginya?

Dimaz : ā€œKami terus mencoba membangun network kami. Karena bagaimana pun, geografis Indonesia ini sangat luas. Apalagi di ibukota Jakarta ini. Prospek bisnisnya luar biasa. Ā Jumlah penduduk sekitar 12 juta jiwa. Memang, awalnya basis Snapy berlokasi di selatan Jakarta, karena kebetulan keluarga kami tinggal di daerah selatan. Lalu kami coverage ke pusat, lalu menyusul ke timur, barat dan utara. Ternyata, respon masyarakat makin banyak.ā€

ā€œLalu di tahun 2011, kami ekspansi bisnis ke luar Jakarta. Pertama, ke Surabaya, lalu Semarang, Bali, Medan hingga Makassar. Ternyata tingkat demand-nya juga ada. Mungkin banyak orang dari daerah yang berkunjung ke Jakarta, ada urusan sub order cetakan atau project desain. Nah, satu-satunya perusahaan yang memiliki brand kuat yang diingat mereka adalah SNAPY.ā€

Cabang Usaha Snapy, PrinteriorĀ (sumber foto : facebook/Dede Soemakno)
Pengembangan bisnis Snapy menggunakan sistem franchise, bisa dijelaskan seperti apa, Pak? Ā Ditawarkan kepada siapa saja? seperti halnya retail Indomaret atau Alfamart?

ā€œPastinya pengembangan cabang dengan sistem franchise ini ada kontrol dan survei dari kami. Karena mereka nantinya akan menjadi partner bisnis kami. Dalam artian, yang pakai nama kita ini background orangnya bagaimana? Bagaimana tingkat keseriusannya dalam niatnya mengelola Snapy? Karena tantangannya tidak mudah. Kita mengelola dari barang-barang belum jadi atau barang bahan baku menjadi barang jadi. Artinya, kualitas kan berpengaruh. Berbeda halnya dengan Indomaret atau Alfamart yang menjual produk-produk jadi. Disitu tantangan kita. Demand-nya publik terhadap bisnis kita memang banyak, tetapi tidak mudah.ā€

Franchise Printing Indonesia
Putra Pak H. Dede Soemakno, Dimaz Soemakno menjadi tulang punggung bisnis usaha Snapy saat ini (foto : Print Graphic)
Apa saja syarat-syaratnya untuk menjadi pemegang franchise Snapy?

ā€œPersyaratan utama adalah adanya lokasi yang bisa kami putuskan, apakah cocok atau tidak. Untuk lokasi ini, kami survei dulu. Atau bisa juga, calon investor meminta kepada kami untuk dicarikan lokasi. Dari situ, barulah ada pembicaraan.

Untuk keperluan lainnya, seperti mesin dan perangkat pendukung, dari nilai investasi awal, nanti ada rinciannya, termasuk untuk keperluan pengadaan mesin, renovasi tempatnya seperti apa, Perangkat lainnya yang diperlukanĀ  selain mesin, kebutuhan karyawan, biaya yang diperlukan untuk training karyawan, dan lain-lain.ā€

Dari awal hingga saat ini, total ada berapa outlet franchise Snapy?

ā€œSaat ini sudah ada lebih dari 60 cabang Snapy.Ā  Konsep franchise kami berbeda dengan merk lain pada umumnya. Dimana orang berinvestasi, kemudian digerakkan oleh kantor pusat. Tetapi kalau Snapy, kami hanya meminjamkan merk, memberikan standar operating prosedur, lalu kita bantu konsultasi bisnisnya. Maka mereka yang menggerakkan. Dalam hal ini, investor juga menjadi operator.

Manajemen dari Snapy pusat tidak masuk dalam operasional harian. Tetapi kami mengirimkan konsultan kami ke outletĀ  franchise kami, minimal sebulan sekali. Dari situ kami bisa menilai, apakah mereka sudah melaksanakan operasional sesuai standar operating prosedur dari pusat atau belum. Kalau belum, kami berikan pengarahan.

Untuk pemilihan tempat ditentukan oleh pusat. Walaupun pihak yang mengajukan franchise tersebut, merasa memiliki tempat yang terbaik menurutnya, tetapi bila menurut kita belum tepat, tetap tidak bisa kami setujui. Karena kami memiliki eksklusivitas. Ā Maksimal jarak terdekat antar outlet dalam radius 2 km. Dan kita sudah atur, titik mana yang boleh dan titik-titik mana saja yang tidak boleh.ā€

Bagaimana pembagian keuntungannya dengan para investor franchise ?

ā€œDalam bisnis, ini istilahnya royalti. Karena kami meminjamkan merk, maka royalti yang kami ambil adalah 5% dari gross sale. Itu standar. Misalnya pendapatan kotor franchise adalah seratus juta rupiah per bulan, maka royalti untuk kami adalah lima juta rupiah.ā€

Bagaimana menghadapi pihak franchisee yang bermasalah dalam beberapa bulan setelah launching?

ā€œKami punya konsultan yang selalu mendatangi seluruh outlet franchise minimal sebulan sekali. Kami evaluasi setiap bulan, Bahkan bisa kami monitor setiap waktu. Kami ada cctv yang bisa dipantau remote dari kantor pusat. Kami bisa melakukan wawancara langsung melalui tele conference. Terutama di daerah. Dari situlah, kami bisa menilai dan memberikan konsultasi bisnis ke cabang yang bersangkutan. Biasanya Kita akan lakukan recovery. Jadi, kita tidak langsung menghentikan cabang yang bersangkutan. Karena kita ada etika bisnis. Namanya orang usaha, apalagi dia pemain baru di bisnis franchise. Walaupun dia pebisnis, katakanlah sudah piawai berdagang. Tidak semua orang bisa lakukan bisnis franchise Snapy. Maka itu, kami memberikan bantuan teknis. ā€œ

ā€œSehingga pada saat menentukan putusan untuk menyetujui, merupakan titik paling krusial.Ā  secara intuisi ikutĀ  berbicara, cocok atau tidak. Sehingga filter-nya itu di profile calon investor. sebelum memutuskan kerjasama, seperti proses wawancara, juga sedikit menanyakan kemampuan finansial. Karena tujuan kami ini bukan sekedar mendapatkan calon investor sebanyak-banyaknya, tetapi kami mencari calon investor yang memiliki kapabilitas dalam menjalankan bisnis Snapy.Ā  Bagi kami, investasi mereka berharga baginya dan nama baik kami dipertaruhkan dalam investasi mereka. Maka kami berani katakan, bila tidak mampu dalam mengoperasikan, sebaiknya jangan ambil franchise Snapy.ā€

Suasana wawancara Print Graphic dengan Manajemen Snapy di cabang utama Snapy Gandaria
Bagaimana standar pelayanan di Snapy, termasuk standarisasi pengadaan alat kerja ?

ā€œAda standarisasi dari kami. Kenapa begitu? Karena yang kami jual itu kelas premium. Added value yang kami hasilkan itu harus sesuai dengan standar layanan. Untuk memenuhi itu, kita menentukan alat-alat kerja, kami sudah menentukan standarisasi dan kami selalu berinovasi dan mengikuti perkembangan teknologi. Tetapi kita tidak menstandarkan harus vendor yang mana. Karena setiap vendor menawarkan suatu kualitas mesin yang berbeda-beda.

Untuk outlet-outlet franchise, mesin ditentukan dengan opsi-opsi yang diajukan oleh pusat. Apalagi banyak diantara mereka yang baru memulai berkecimpung di bidang printing. Wawasan tentang mesin cetak juga tentunya masih kurang, sehingga kami perlu memberikan saran.ā€

Apakah harga diantara outlet franchise, terutama di Jakarta dengan daerah lainnya sama?

ā€œRate atau harga semua ditentukan atas kebijakan dari pusat.ā€

Apakah selain cetak print on-demand, Ā Snapy terima order cetak offset dalam jumlah besar juga?

ā€œKami ada sister company yang mengurusi order massal dengan cetak offset. Untuk order massal large format kami ada divisi Snapy Jumbo.ā€

Begitu sengitnya persaingan, kiri kanan sekeliling ada banyak percetakan lain, bagaimana nuansanya?

ā€œHubungan kami dengan sesama pegiat percetakan, baik.Ā  Kami sering ketemu di berbagai acara, bahkan jalan bareng ke luar negeri, seperti ke acara Dscoop atau pameran drupa.Ā  Terkadang kami berbagi network juga. Bahkan dulu sempat ada paguyubannya. Tidak ada masalah. Semua sudah ada porsinya masing-masing, menurut saya.Ā  Seperti yang anda tulis di edisi lalu, mulai tahun ini bukan lagi banting-bantingan harga, dalam arti cetak collateral. Percetakan itu luas, ada offset, digital, hingga laser cutting. Bahkan fluktuasi kenaikan kurs dollar, cetak toner kini bergairah lagi. Ini sebagai salah satuĀ  opsi.ā€

Bagaimana prospek bisnis ini di masa datang?

ā€œKita akui, seiring berjalannya waktu, semua orang ingin berubah ke arah paperless. Sehingga mau tidak mau kita harus mencoba berinovasi dan bermain di aplikasi. Ā Terima order dari bahan baku sampai dalam bentuk produk jadi. Dulu input – output kita hanyaĀ  dalam lembaran saja, sekarang langsung menghasilkan produk jadi. Seperti buku, Mug, Kaos, POP display, dan lain-lain.ā€ @